Berawal dari perjalanan
Yogyakarta-Pontianak kemudian dilanjutkan menuju Kabupaten Sanggau. Kami
perkirakan perjalanan dari Ibukota provinsi menuju Kabupaten tidaklah jauh
seperti halnya di Jawa, namun kenyataan berbeda. Ternyata jarak tersebut adalah
60 km, kemudian dari Sanggau menuju Kecamatan Entikong (lokasi KKN) berjarak 35
km.
Dussun Serangkang terbagi menjadi
Serangkang Raya dan Serangkang Induk, terletak di Kecamatan Entikong Kabupaten
Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Misi menjalankan bagian dari Tri Dharma
Perguruan Tinggi dimulai saat tim KKN-PPM UGM KTB04 2015 menginjakkan kaki sore
hari 17.00 WIB di dusun tersebut, dibantu aparat TNI-AD dan POLRI dengan sarana
transportasi dan keamanannya. Rumah yang tersusun berderet-deret sepanjang
pinggir jalan dusun membuat warga dengan mudah melihat kedatangan kami, tatapan
muka penuh penasaran, harapan, itulah yang mungkin ada di benak meraka. Sesampainya
di pondokan (SMP N 4 Satu Atap Entikong) kami disambut oleh kepala sekolah beliau
adalah pak Suharna yang berasal dari Kabupaten Sleman Yogyakarta, sudah 18
tahun mengabdi mengajar di SMP tersebut dan dengan senang hati memberikan
fasilitas perpustakaan sekolah sebagai pondokan. Malam hari pukul 19.00-21.00
WIB kedatangan kami disambut oleh warga dengan melakukan upacara penyambutan di
rumah Bentang yang dipimpin oleh kepala dusun. Rumah bentang merupakan rumah
adat suku dayak di Kalimantan Barat, rumah tersebut terbuat dari kayu yang disusun
seperti panggung, berbentuk persegi panjang beratap kerucut.
Potret rumah bentang khas suku Dayak, ini baru halamannya mohon bersabar untuk foto rumahnya
Potret rumah bentang khas suku Dayak, ini baru halamannya mohon bersabar untuk foto rumahnya
Dusun Serangkang terletak di pegunungan dengan
sumber mata air sungai Sekayam. Sungai ini memiliki aliran air yang deras,
debit air sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Warga Dusun Serangkang
yang bersifat homogen dengan mayoritas suku Dayak. Suku Dayak di tempat
tersebut masih memperlakukan hukum adat demi menjaga kelestarian adat istiadat
dan budaya. Terdapat beberapa hukum adat yang kami temui diantaranya adalah “cempalik” dan ”pelepas”. Cempalik
merupakan salah satu hukum yang berlaku di masyarakat yang diperuntukan bagi
pendatang sebagai penghormatan ketika menolak hidangan makanan dan minuman yang
disediakan. Cempalik dilakukan dengan
menempelkan jari telunjuk dan jari tengah ke hidangan kemudian menempelkan ke
kulit tenggorokan. Sedangkan pelepas merupakan
kebiasaan warga ketika berburu di hutan maupun sungai yang bertujuan untuk
menghormati leluhur agar terhindar dari bahaya. Pelepas dilakukan dengan menempelkan kedua jari tersebut ke ujung
lidah kemudian menempelkan ke kulit tenggorokan.
Sungai Sekayam dan penghuninya
Untuk bertahan hidup, warga Dusun
Serangkang masih sangat bergantung dari keadaan alam dimulai dari berburu hingga
bekerja diladang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagian besar warga bermata
pencaharian sebagai petani, nelayan di sungai dan buruh lepas kelapa sawit. Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari warga sangat bergantung pada produksi pertanian
seperti padi, singkong, sayuran dan sahang
(lada hitam). Penghasilan paling tinggi adalah lada hitam yang dipanen
setiap sembilan bulan sekali dan dijual ke Malaysia seharga 100 ribu per kg. Terdapat
perusahan kelapa sawit yaitu PT. Borneo Khatulistiwa Palma dengan luas lahan
7000 hektar dengan status kepemilikan bersama oleh warga negara Indonesia,
Malaysia dan Singapura. Salah satu permasalahan adalah kurangnya kepedulian
perusahaan terhadap para pekerja diantaranya K3, bagi hasil lahan.
Metode bercocok tanam yang mereka lakukan
adalah sistem ladang berpindah. Dimana warga menanam dengan prinsip trial and error, tanaman yang tidak
tumbuh akan ditinggalkan dan membuka lahan yang baru. Hal ini dapat Menjadi
perhatian serius mengingat dengan pembukaan lahan terus menerus akan mengurangi
luas hutan yang ada di pulau Kalimantan yang dapat mengurangi kadar oksigen di
alam. Seandainya luas hutan di Indonesia berkurang dengan adanya pembukaan
lahan secara terus-menerus tentunya akan menurunkan identitas negara sebagai
kawasan hutan hujan tropis. Pemerintah seharusnya peduli akan peningkatan
kualitas SDM, sehingga warga dapat memaksimalkan hasil pertanian tanpa terus
membuka lahan baru.
Salam hangat penulis 2017
No comments:
Post a Comment