Wednesday 25 January 2017

Wonderful Borneo

Berawal dari perjalanan Yogyakarta-Pontianak kemudian dilanjutkan menuju Kabupaten Sanggau. Kami perkirakan perjalanan dari Ibukota provinsi menuju Kabupaten tidaklah jauh seperti halnya di Jawa, namun kenyataan berbeda. Ternyata jarak tersebut adalah 60 km, kemudian dari Sanggau menuju Kecamatan Entikong (lokasi KKN) berjarak 35 km.
Potretku saat di tepi sungai Kapuas Kalimantan Barat

Dussun Serangkang terbagi menjadi Serangkang Raya dan Serangkang Induk, terletak di Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Misi menjalankan bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dimulai saat tim KKN-PPM UGM KTB04 2015 menginjakkan kaki sore hari 17.00 WIB di dusun tersebut, dibantu aparat TNI-AD dan POLRI dengan sarana transportasi dan keamanannya. Rumah yang tersusun berderet-deret sepanjang pinggir jalan dusun membuat warga dengan mudah melihat kedatangan kami, tatapan muka penuh penasaran, harapan, itulah yang mungkin ada di benak meraka. Sesampainya di pondokan (SMP N 4 Satu Atap Entikong) kami disambut oleh kepala sekolah beliau adalah pak Suharna yang berasal dari Kabupaten Sleman Yogyakarta, sudah 18 tahun mengabdi mengajar di SMP tersebut dan dengan senang hati memberikan fasilitas perpustakaan sekolah sebagai pondokan. Malam hari pukul 19.00-21.00 WIB kedatangan kami disambut oleh warga dengan melakukan upacara penyambutan di rumah Bentang yang dipimpin oleh kepala dusun. Rumah bentang merupakan rumah adat suku dayak di Kalimantan Barat, rumah tersebut terbuat dari kayu yang disusun seperti panggung, berbentuk persegi panjang beratap kerucut.

Potret rumah bentang khas suku Dayak, ini baru halamannya mohon bersabar untuk foto rumahnya
Dusun Serangkang terletak di pegunungan dengan sumber mata air sungai Sekayam. Sungai ini memiliki aliran air yang deras, debit air sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Warga Dusun Serangkang yang bersifat homogen dengan mayoritas suku Dayak. Suku Dayak di tempat tersebut masih memperlakukan hukum adat demi menjaga kelestarian adat istiadat dan budaya. Terdapat beberapa hukum adat yang kami temui diantaranya adalah “cempalik” dan ”pelepas”. Cempalik merupakan salah satu hukum yang berlaku di masyarakat yang diperuntukan bagi pendatang sebagai penghormatan ketika menolak hidangan makanan dan minuman yang disediakan. Cempalik dilakukan dengan menempelkan jari telunjuk dan jari tengah ke hidangan kemudian menempelkan ke kulit tenggorokan. Sedangkan pelepas merupakan kebiasaan warga ketika berburu di hutan maupun sungai yang bertujuan untuk menghormati leluhur agar terhindar dari bahaya. Pelepas dilakukan dengan menempelkan kedua jari tersebut ke ujung lidah kemudian menempelkan ke kulit tenggorokan.
Sungai Sekayam dan penghuninya

Untuk bertahan hidup, warga Dusun Serangkang masih sangat bergantung dari keadaan alam dimulai dari berburu hingga bekerja diladang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagian besar warga bermata pencaharian sebagai petani, nelayan di sungai dan buruh lepas kelapa sawit. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga sangat bergantung pada produksi pertanian seperti padi, singkong, sayuran dan sahang (lada hitam). Penghasilan paling tinggi adalah lada hitam yang dipanen setiap sembilan bulan sekali dan dijual ke Malaysia seharga 100 ribu per kg. Terdapat perusahan kelapa sawit yaitu PT. Borneo Khatulistiwa Palma dengan luas lahan 7000 hektar dengan status kepemilikan bersama oleh warga negara Indonesia, Malaysia dan Singapura. Salah satu permasalahan adalah kurangnya kepedulian perusahaan terhadap para pekerja diantaranya K3, bagi hasil lahan.

Metode bercocok tanam yang mereka lakukan adalah sistem ladang berpindah. Dimana warga menanam dengan prinsip trial and error, tanaman yang tidak tumbuh akan ditinggalkan dan membuka lahan yang baru. Hal ini dapat Menjadi perhatian serius mengingat dengan pembukaan lahan terus menerus akan mengurangi luas hutan yang ada di pulau Kalimantan yang dapat mengurangi kadar oksigen di alam. Seandainya luas hutan di Indonesia berkurang dengan adanya pembukaan lahan secara terus-menerus tentunya akan menurunkan identitas negara sebagai kawasan hutan hujan tropis. Pemerintah seharusnya peduli akan peningkatan kualitas SDM, sehingga warga dapat memaksimalkan hasil pertanian tanpa terus membuka lahan baru.

Salam hangat penulis 2017

No comments:

Post a Comment